Anggota Komisi IV DPR RI Temukan Beras Berkutu di Gudang Bulog
Bongkar Post, Bandar Lampung—Anggota Komisi IV DPR RI, Irham Jafar Lan Putra dan Dwita Ria Gunadi, Kamis (11/09) melakukan monitoring stok dan harga pangan, khususnya beras. Dua legislator Senayan itu bertama-tama berkunjung ke Gudang Bulog di Kelurahan Campang Raya, Sukabumi, Bandar Lampung. Lalu melanjutkan monitoring ke Pasar Kangkung, pasar tradisional berlokasi di Kecamatan Telukbetung Selatan.
Saat berkunjung ke Gudang Bulog di Campang Raya, Irham Jafar dan Dwita Ria melihat masih terdapat banyak beras impor dari Pakistan, Thailand, dan Myanmar. Itu beras impor pengadaan tahun 2024. “Saat ini, di 15 gudang Bulog se-Lampung, masih terdapat sekitar 29 ribu ton beras impor,” kata Wakil Pimpinan Bulog Lampung, Erdi Bhaskoro, saat mendampingi kunjungan Anggota Komisi IV DPR RI.
Erdi menjelaskan, stok beras impor itu sudah jauh berkurang karena terdistribusi untuk pengadaan Bantuan Pangan Beras Progam Badan Pangan Nasional (Bapanas). Selain itu beras impor juga untuk dijual melalui Rumah Pangan Kita (RPK), yakni pedagang di pasar-pasar yang menjadi outlet Bulog.
“Pada distribusi bantuan pangan beras bulan Juni – Juli kemarin, kami membagikan 14.450 ton beras kepada keluarga penerima manfaat di 15 Kabupaten-Kota se-Lampung. Bulog Lampung juga segera mengirim sekitar 2.000 ton stok beras impor ke Jambi,” kata Erdi untuk menjelaskan bahwa stok beras impor pasti akan habis terdistribusi dengan berbagai skema.
Dalam kunjungan tersebut Irham Jafar dan Dwita Ria diperlihatkan beras impor dan menemukan kutu di beras tersebut. “Ini ada kutunya, kok bisa begini?” kata Dwita Ria saat politisi Partai Gerindra tersebut melihat sampel beras.
Erdi Bhaskoro menjelaskan, meskipun sudah tersimpan lebih dari enam bulan, beras impor tersebut kualitasnya masih baik. “Kami rutin memeriksa stok. Beras-beras ini sebelum dikemas ulang untuk dipasarkan, terlebih dulu kami bersihkan dengan blower,” kata Erdi.
Saat ini, selain menjual beras, Bulog di Lampung juga menjual minyak goreng, gula pasir, dan tepung. Untuk beras impor didistribusikan guna menstabilkan pasokan dan harga pangan. Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dijual kepada toko-toko mitra Bulog yang disebut Rumah Pangan Kita (RPK). Harga jual Bulog kepada RPK Rp.55 ribu per karung (isi 5 kg), atau Rp.11 ribu per kg. “RPK menjual kepada masyarakat Rp.57.500 hingga Rp.62.500/karung,” jelas Mei Rizal, Manajer Operasional Bulog Lampung.
Sedangkan beras yang dihasilkan dari penyerapan gabah petani lokal, diproduksi menjadi beras premium. Harganya Rp.14.800/kg. Beras inilah yang dijual Bulog secara komersil. Saat ini, harga beras premium di pasaran berkisar Rp15.000 sampai Rp17.000 per kg.
Lebih Suka Beras Lokal
Saat berkunjung ke Pasar Kangkung, Telukbetung Selatan, Anggota Komisi IV DPR RI Irham Jafar dan Dwita Ria mendatangi kios-kios RPK, mitra Bulog Lampung. Pedagang mengaku, harga beras Bulog lebih murah dibanding beras lokal. “Tetapi masyarakat lebih suka membeli beras lokal karena selisih harganya dengan bers Bulog tidak begitu besar,” kata seorang pedagang.
Selain itu, pembeli kadang kapok membeli beras SPHP Bulog karena cita-rasanya berubah-ubah. “Pembeli saya ada yang mengeluh. Tempo hari dia beli beras Bulog, rasanya sangat enak. Maka dia kemudian membeli lagi. Setelah dimasak, rasanya nasinya berubah, tidak seperti beras yang dia beli sebelumnya,” tutur pedagang yang lain.
Kepada wartawan, Irham Jafar menjelaskan, dia bersama Dwita Ria memonitor dan turun langsung ke pasar karena mendapat kabar harga beras di pasaran meroket. Padahal, kita sedang musim panen. “Setelah kami turun ke lapangan, ternyata keadaan di Lampung masih stabil. Stok berlimpah dan harga di pasaran masih sesuai harga eceran tertinggi (HET),” kata Irham Jafar.
Tetapi politisi PAN ini mengakui, daya beli masyarakat belakangan ini memang menurun. Dalam beberapa bulan lalu sebagian masyarakat tidak harus membeli beras karena mendapat bantuan dari pemerintah 10 kg per KK per bulan. “Ini juga yang menyebabkan transaksi jual beli beras di pasaran belakangan ini berkurang,” tutup Irham Jafar. (RED)