BANKEU – Logo 8 parpol nasional peraih kursi DPR RI 2024-2029. | dok/Muzzamil
JAKARTA, BONGKARPOST.CO.ID — Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyalurkan anggaran bantuan keuangan tahun 2025 bagi partai politik nasional peserta Pemilu 2024 peraih kursi DPR RI seperti tertuang dalam Kepmendagri Nomor 900.1.9.1-068/2025 tentang Pemberian Bantuan Kepada Partai Politik yang Mendapatkan Kursi di DPR RI Hasil Pemilu 2024 Tahun Anggaran 2025.
Total nilai anggaran bantuan keuangan parpol dari sumber pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 pada unit kerja Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri tersebut sebesar Rp134.489.125.000 miliar dengan nominal Rp1.000 per satu suara sah dikalikan total jumlah suara sah, yang tersalur kepada total 8 parpol peraih.
Perinci, berurutan sesuai parpol peraih suara sah terbanyak di DPR masa bakti 2024–2029.
Masing-masing, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan pimpinan ketua umum Prof HC Dr HC Megawati Soekarnoputri, berkantor DPP di Jl Diponegoro Nomor 58 Menteng, Jakarta Pusat, dengan raihan suara sah 25.384.673 (110 kursi DPR) berhak dapat Rp1000 x 25.384.673 = Rp25.384.673.000.
Kedua, Partai Golongan Karya (Golkar) pimpinan ketua umum Bahlil Lahaladia, yang berkantor DPP di Jl Anggrek Neli Murni Nomor 11A Slipi, Jakarta Barat, dengan raihan suara sah 23.208.488 (102 kursi), berhak dapat Rp1000 x 23.208.488 = Rp23.208.488.000.
Ketiga, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pimpinan ketua umum Jenderal TNI Purn HOR Prabowo Subianto, berkantor DPP di Jl Harsono RM Nomor 54 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dengan raihan suara sah 20.071.345 (86 kursi), berhak dapat Rp1000 x 20.071.345 = Rp20.071.345.000.
Keempat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan ketua umum Dr Ahmad Muhaimin Iskandar, berkantor DPP di Jl Raden Saleh Raya Nomor 9 RT 2 RW 2, Kenari, Senen, Jakarta Pusat, dengan raihan suara sah 16.115.358 (68 kursi), berhak dapat Rp1000 x 16.115.358 = Rp16.115.358.000.
Kelima, Partai Nasional Demokrat (NasDem) pimpinan ketua umum Surya Paloh, berkantor DPP di NasDem Tower, Jl RP Soeroso 42-46 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat dengan raihan suara sah 14.660.328 (69 kursi) dapat Rp1000 x 14.660.328 = Rp14.660.328.000.
Keenam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pimpinan Presiden PKS Ahmad Syaihu, S.Tr.Ak., berkantor DPP di Jl TB Simatupang 82, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dengan raihan suara sah 12.781.241 (53 kursi) dapat Rp1000 x 12.781.241 = Rp12.781.241.000.
Ketujuh, Partai Demokrat pimpinan ketua umum Mayor Inf. (Purn) H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A., berkantor DPP di Jalan Proklamasi Nomor 41 Menteng, Jakarta Pusat, dengan raihan suara sah 11.283.053 (44 kursi) berhak dapat Rp1000 x 11.283.053 = Rp11.283.053.000.
Kedelapan, Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan ketua umum Dr HC Zulkifli Hasan, S.E., M.M., berkantor DPP di Jl Amil Buncit Raya Nomor 712 RT 1 RW 5, Kalibata Pancoran, Jakarta Selatan, dengan raihan suara sah 10.984.639 (48 kursi) berhak dapat Rp1000 x 10.984.639 = Rp10.984.639.000.
Terkait, angka besaran bantuan per 1 suara yang cuma sebesar “secéng” (dari bahasa Hokkian atau Fujian masyarakat Tionghoa), menimbulkan wacana penaikan angkanya di tahun-tahun mendatang.
Seperti yang disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Fitroh Rohcahyanto, dalam seminar web (webinar) taja KPK RI, Kamis 15 Mei 2025, saat dia usulkan pemerintah berikan dana yang besar dari APBN ke parpol, lantaran dia anggap kebijakan tersebut dapat menjadi salah satu upaya memberantas korupsi.
“Salah satu sebab dari korupsi, adalah mahalnya sistem politik untuk jadi pejabat, dari tingkat desa hingga presiden. Pejabat yang menduduki jabatannya saat ini pasti mengeluarkan modal besar, bahkan memiliki pemodal. Hal yang sering terjadi di kasus korupsi, timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberi kemudahan bagi pemodal untuk jadi pelaksana proyek-proyek di daerah. Ini tak bisa dipungkiri dan sering terjadi,” ulas Fitroh membelejeti.
Kontan ramai, ragam tanggapan. Dari Istana, Kepala Kantor Komunikasi Presiden (POC), Hasan Nasbi menanggapi dengan menyebut pemerintah membuka peluang guna mengkaji usulan KPK RI tersebut.
Usulan, tandas pendiri lembaga survei dan sigi politik Cyrus Network ini, bisa dikaji jika tujuannya untuk memberantas korupsi. Usul perlu dikaji baik dari aspek bentuk bantuan, program kerja, ketersediaan dananya, hingga kemampuan keuangan negara. Hasan bilang, jika ada usulan, bisa dikaji, bisa didiskusikan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Impas) Prof. Dr. H. Yusril Ihza Mahendra, S.H., L.LM., menilai usulan itu baik, akan tetapi, dalam kebijakannya nanti perlu juga diatur secara proporsional. Agar apa, agar tidak ada parpol yang sengaja didirikan oleh pihak tertentu hanya cuma sekadar demi untuk motif ekonomi, mendapatkan bantuan dana.
Selain itu, “Jangan sampai partai politik besar lebih besar, dan partai politik kecil jadi lebih kecil. Jadi kita juga harus memikirkan sebuah sistem yang adil,” sergah pendiri dan mantan Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) pertama dan ketiga ini kepada wartawan di Kantor Ombudsman RI Jakarta, 22 Mei 2025.
Berdasar PP Nomor 1/2018 Tentang Perubahan Kedua PP 5/2009 Tentang Bantuan Keuangan Partai Politik untuk tingkat DPR Parpol mendapatkan Rp1.000 per suara sah. DPRD Provinsi Rp1.200 per suara sah dan DPRD Kabupaten/Kota Rp 1.500 per suara sah. Semakin besar jumlah kursi legislatif, semakin besar pula jumlah bantuan keuangan yang parpol dapatkan.
Dari Senayan, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bahtra Banong, menjawab pers di Gedung Nusantara III, kompleks DPR/DPD/MPR RI Senayan Jakarta, Jumat (23/5/2025) pekan lalu, menilai besaran ideal terkait dana anggaran bantuan parpol masih perlu didiskusikan.
Tentunya bertahap, ujar dia, tak bisa sekaligus langsung banyak, bertahap tak jadi masalah. Tetapi imbuh dia, lelagi tetap dengan melihat kondisi kemampuan keuangan negara.
“Kesanggupan negara berapa,” cetus Bahtra, berharap adanya bantuan dana negara yang cukup lantas parpol harus pula cetak kader berkualitas, kenaikannya wajib transparan, pertanggungjawabannya harus dikawal publik jika perlu audit independen, dipakai buat apa saja. Pewantian Bahtra senada pernyataan Ketua DPR Puan Maharani kemudian, yang berpesan jangan sampai pemberian dana itu mengabaikan kondisi keuangan negara.
Adapun, dari elemen masyarakat sipil, LSM pemantau dan transparansi anggaran, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) yang berbasis di kompleks Bumi Sarinah Estate, Jl Cikoko Barat Dalam Blok D1 Pancoran, Jakarta Selatan, melalui pengurus bidang Divisi Hukum, HAM, dan Demokrasi, Seknas FITRA, Siska Barimbing, bersepakat.
Siska berpendapat, penambahan dana itu andai kelak terwujud nantinya, setidaknya dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja parpol di legislatif, melalui dana operasional.
Meskipun, Siska pun belum bisa meyakini, bahwa penambahan anggaran bantuan keuangan parpol akan efektif cegah korupsi. “Penambahan dana bantuan parpol untuk cegah korupsi, belum bisa dipastikan,” ujar keterangan tertulisnya Jum’at (23/5/2025), Seknas FITRA sepakat adanya penambahan bantuan parpol ini dengan beberapa catatan.
Pertama, adanya porsi peningkatan kapasitas kader tidak hanya untuk operasional. Kedua, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga, ada penambahan indikator kinerja Fraksi parpol di legislatif. Keempat, perbaikan sistem parpol dan sistem Pemilu sehingga pembiayaan parpol dan Pemilu bisa efektif efisien.
“Sejumlah kasus korupsi yang jerat kader parpol banyak masuk proses hukum karena pengawasan tidak ketat. Transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran bantuan keuangan parpol belum maksimal dilakukan.”
Lainnya, Peneliti Bidang Pelayanan Publik, Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, menjawab Ervana Trikarinaputri dan Hendrik Yaputra dari TEMPO, Jum’at pekan lalu itu sebagaimana disitat, mengingatkan wacana penambahan bantuan keuangan parpol pasti dapat resistensi berbagai pihak.
Apalagi, diskursus ini berkembang di tengah efisiensi anggaran, yang notabene juga turut mengorbankan anggaran-anggaran sektor pelayanan publik seperti pendidikan, misal.
Terlepas dari itu, Alma menilai ada risiko saat pemerintah atau negara tutup mata atas persoalan pendanaan parpol. “Sehingga mau tak mau pemerintah harus buat pendanaan parpol itu lebih sehat. Sebagai jaminannya, pemerintah jangan hanya bicara terkait angka besaran penambahan bantuan ini, tetapi mengagendakan reformasi parpol, juga pada aspek pendanaan. Ini bukan cek kosong tapi disertai ketentuan-ketentuan yang akan jamin pelaporan keuangan parpol itu tak sekedar jadi satu basa-basi gitu ya,” bedah Alma kepada wartawan TEMPO, seperti dikutip.
Pandangan seirama, yang mengaitkannya tak bisa terlepas dari aroma efisiensi anggaran negara canangan Kepala Negara, Presiden Prabowo Subianto melalui Inpres 1/2025 juga dilantangkan pendiri lembaga survei dan sigi politik, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno.
Adi berpendapat, wacana penambahan dana bantuan keuangan parpol APBN ini paradoks dengan kehendak Presiden Prabowo Subianto untuk mengefisiensikan anggaran.
Alih-alih dapat dana dari negara, ujar Adi, parpol yang punya kader di semua tingkatan daerah bisa dulang pendanaan parpol dari fundraising. “Tidak ada jaminan saat ada bantuan dari negara ke parpol, persoalan korupsi bisa diamputasi. Saya nilai, rata-rata oknum parpol yang korupsi tampak punya uang dan kelihatan punya logistik. Bagi saya solusi menghilangkan korupsi bagi politikus itu hukum pancung atau mati. Dan miskinkan dengan sahkan RUU Perampasan Aset. Saya kira kalau itu dilakukan, politikus takut,” lugas dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dari lini periset lembaga pemerintah, Peneliti Politik pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, S.IP., M.Si., menyebut wacana itu perlu dipertimbangkan ulang, mengingat efisiensi anggaran di semua level pemerintahan.
Wasisto, peneliti di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 2014 hingga LIPI dilebur ke dalam BRIN, penulis buku Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia (LP3ES, 2017) dan Preferensi Politik Pemilih Muslim Indonesia Kontemporer (Penerbit Kompas, 2024) ini tak memungkiri, penambahan akan amat sangat membantu untuk operasionalisasi kinerja parpol. Tetapi tidak untuk mencegah rasuah.
“Saya pikir tambahan uang untuk partai politik di satu sisi membantu operasionalisasi partai baik di level nasional maupun daerah, namun tidak bagi korupsi. Karena korupsi lebih pada kesempatan dan celah. saya pikir parpol juga perlu transparan, akuntabel dalam laporkan neraca keuangannya ke publik hingga di situ bisa perlahan tercipta tata kelola politik yang baik,” demikian, pria tambun asal Sleman. Ini.
Sidang Pembaca, dasar hukum seputar dan sekitar bantuan keuangan parpol ini diatur seksama antara lain dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2/2011 tentang Perubahan atas UU 2/2008 tentang Partai Politik.
Turunannya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 1/2018 tentang Perubahan Kedua PP 5/2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik; dan, Permendagri 77/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah; Permendagri 78/2020 tentang Perubahan Permendagri 36/2018 tentang Tata Cara Perhitungan Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan serta Penyaluran Bantuan Keuangan Partai Politik.
Berikut, biasanya Surat Edaran atau Surat Keputusan Mendagri soal pencairan per tahun anggaran bersangkutan; Kepmendagri atau Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati/Walikota soal Pengangkatan Anggota DPR atau DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota (kini periode 2024–2029), lalu SK KPU RI atau KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota terkait.
Merujuk PP 1/2018, nominal bantuan keuangan parpol peraih kursi DPR Rp1.000, DPRD Provinsi Rp1.200, DPRD Kabupaten/Kota Rp1.500, ketiganya per suara sah. Makin besar jumlah kursi, makin besar didapatkan.
Merujuk beleid, per komposisi, 60 persen alokasi anggaran buat pendidikan politik, 40 persen buat operasional kesekretariatan.
Merujuk SE Mendagri 900.1.9.1/100/Polpum tanggal 8 Januari 2025, poin ketiga menyebut, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota agar melakukan percepatan penyaluran/pencairan bantuan keuangan kepada partai politik tahun anggaran 2025, yang diharapkan dicairkan triwulan pertama. Makin cepat parpol ajukan proposal plus LPj bantuan keuangan parpol 2024, bantuan tahun 2025 makin cepat cair.
Bervariasi
Akan tetapi, dalam praktiknya di daerah, beda daerah beda kebijakan, semua tergantung banyak faktor, terbesar faktor kemampuan keuangan daerah setempat.
Pun dalam hal demokratisasi terkait wacana, usulan atau rekomendasi, bahkan hingga keputusan soal kenaikan nilai bantuan per suara sah yang lazimnya dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dinamika ekonomi daerah.
Sebagai misal, di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, nilai bantuan per suara sah pada 2024 lalu sebesar Rp3.500, lalu naik menjadi Rp4.900 pada 2025 ini.
Mekanisme penyaluran dilakukan satu tahap, berbeda dari tahun sebelumnya: dalam dua tahap akibat pelaksanaan Pemilu serentak. Lazimnya, pencaira pascaterbit hasil audit BPK RI Perwakilan setempat atas laporan bantuan keuangan parpol tahun sebelumnya.
Di Lampung, bantuan keuangan parpol pada 2022 lalu, bagi 10 parpol peraih 85 kursi DPRD setotal Rp4,76 miliar (3.968.058 suara Pemilu 2019) masing-masing Rp1.200 per suara sah.
Terbesar saat itu PDI Perjuangan Rp1 miliar (912.618 suara, 19 kursi), disusul Gerindra Rp635,9 juta (529.921 suara, 11 kursi), Golkar Rp562,38 juta (468.651 suara, 10 kursi), NasDem Rp510,41 juta (425.345 suara, 9 kursi), Demokrat Rp486 juta (405.507 suara, 10 kursi), PKB Rp473,66 juta (394.718 suara, 9 kursi), PKS Rp470,07 juta (391.730 suara, 9 kursi), PAN Rp391,19 juta (325.999 suara, 7 kursi, PPP Rp136,28 (113.569 suara, 1 kursi).
Contoh lainnya, di Kota Bandarlampung, di mana besaran bantuan per suara sah naik dari Rp2.650 per 2019 hingga 2022, menjadi menjadi Rp3.500 per suara sah per 2023. Pada 2024, ada 8 parpol peraih kursi DPRD penerima bantuan, dengan parpol pemenang, Partai Gerindra dapat sekitar Rp300 jutaan.
Lainnya, seperti baru saja Jum’at pekan lalu diserahkan serentak oleh bupati setempat, Endah Subekti Kuntariningsih, berdasar SK Bupati Nomor 38/2025 tanggal 2 Januari 2025, besaran bantuan keuangan parpol di Kabupaten Gunungkidul masing-masing Rp2.506 per suara sah dengan 9 parpol penerima, total Rp1.177.293.740 tersalur. Pencairan, usai LHP BPK RI DIY atas laporan bantuan keuangan parpol di Gunungkidul dinyatakan memadai tanpa ada catatan.
Juga di Lampung Selatan, APBD setempat mengalokasikan besaran nilai bantuannya sebesar Rp2.183 per suara sah dengan total pagu anggaran Rp1.186.052.400 pada tahun anggaran 2025, untuk 8 parpol penerima ini, dengan Partai Gerindra terbesar, peraih 112.596 suara sah (9 kursi) dan berhak dapat Rp2.183 x Rp113.596 = Rp245.797.100.
Sidang Pembaca, partai politik merupakan entitas niscaya dalam sistem ketatanegaraan modern. Partai politik dengan fungsi utama sebagai senjata legal akomodasi politik, agregasi politik, sosialisasi politik, edukasi politik, dan seleksi politik, ini, termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudah semestinya terus diperkuat demi terus semakin kokohnya institusionalisasi parpol sebagai alat perjuangan politik untuk merebut dan pertahankan kekuasaan konstitusional, demi tetap terus tegaknya supremasi sipil.
Ditengah aras situasi geopolitik – geoekonomi (geostrategi) dunia dewasa ini, ditengah arus besar belum relatif mangkus sangkil, belum relatif mumpuni, dan mandragunanya jurus “meaningful participation” atau partisipasi bermakna di ruang-ruang sidang parlemen. Serta masih jamaknya kaum elite kita, coba bermain-main dengan korupsi politik, dan politik korupsi, yang “membagongkan”.
Termasuk dalam hal pembiayaan parpol, pendanaan segala sesuatu kegiatan parpol, baik melalui sumber keuangan negara dan daerah maupun dari inovasi sumber-sumber pembiayaan alternatif lainnya. (Muzzamil)
#partaipolitik #bantuankeuanganparpol #bongkarpost







