WAKORNAS TRC PPA Indonesia Dampingi Korban Cabul Siswi SD di Merbau Mataram
Bongkar Post
Lampung Selatan,
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia memberi apresiasi kepada Kapolda Lampung dan Direskrimum Polda Lampung dikarenakan Unit Reskrim di jajaran Polsek Merbau Mataram Polres Lampung Selatan telah mengikuti petunjuk Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika yang selalu mengedepankan proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual Perempuan dan Anak.
Hal itu seperti dikatakan oleh Wakil Koordinator Nasional (Wakornas) TRC PPA Indonesia Muhammad Gufron kepada Bongkar Post, Rabu (20/2/2025).
Menurutnya, dirinya menyikapi hal tersebut dikarenakan TRC PPA INDONESIA kerap menemukan proses perdamaian antara keluarga korban dan keluarga terduga pelaku yang dihasilkan dari mediasi oleh tokoh masyarakat.
“Surat damai yang dihasilkan dari Mediasi tersebut biasanya berisi perjanjian bahwa korban tidak akan melaporkan peristiwa tersebut ke Polisi dan sebagai imbalannya korban mendapat sejumlah uang dari terduga pelaku,” ujar Gufron.
Oleh karena itu, lanjut Gufron, dalam kasus dugaan pencabulan yang terjadi pada siswi kelas 5 di salah satu SDN di Kecamatan Merbau Mataram yang diduga dilakukan oleh salah satu oknum tenaga didik di sekolah setempat dirinya sangat mengapreasiasi kepada kepada Kepala Dinas (Kadis) PPA Kabupaten Lampung Selatan dr. Nessi Yunita, MM yang bergerak cepat mengutus Kepala UPTD PPA bersam Tim untuk melakukan pendampingan fisik psikis serta pendampingan hukum terhadap korban.
Sebagai aktifis perlindungan perempuan dan anak yg telah malang melintang sebagai aktifis anak yg sering melakukan advokasi dan pendampingan di seluruh pelosok di indonesia dirinya mengutuk keras jika ada Kekerasan Seksual yang diselesaikan secara damai dan menghentikan proses Pidana.
“Saya sangat mengutuk keras jika ada kasus kekerasan Seksual yang diselesaikan secara damai dan menghentikan proses Pidana. Karena sejatinya perdamaian tidak akan pernah menghilangkan Pidana, hanya meringankan ketika di pengadilan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam mengambil keputusan yang meringankan pelaku,” jelasnya.
Disisi lain, dirinya sangat miris jika mendengar masih ada penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan Anak yang tidak berjalan proses hukumnya dengan terkendala kurang alat bukti dan terlapor melarikan diri dan adakalanya berakhir damai di wilayah hukum polda Lampung.
“Kita semua prihatin dengan penyelesaian kasus kasus rudapaksa yang berjalan ditempat sehingga terduga pelaku masih bebas berkeliaran dan berpotensi mengulangi perbuatannya, ” ujar Gufron.
Gufron juga menegaskan dirinya sangat prihatin dengan penyelesaian kasus pemerkosaan yang berakhir damai setelah dimediasi oleh Oknum Oknum. Dikarenakan proses damai yang terjadi dalam kasus kekerasan seksual menciderai rasa keadilan korban.
“Tidak ada kasus kekerasan seksual yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses secara hukum karena jelas bertentangan dengan Undang-Undang,” tegasnya.
Gufron menguraikan sperti pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 23 menegaskan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak.
Lalu, pada Pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa.
“Berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS, polisi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap Anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Polisi,” urainya.
Sementara itu, terkait laporan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Desa Merbau Mataram Kecamatan Merbau Mataram yang diduga pelaku adalah oknum guru inisial YO (27), Gufron mengatakan bahwa Ketua TRC PPA LAMPUNG Wahyu Widiatmiko telah berkoordinasi dengan Polsek Merbau Mataram Polres Lampung Selatan untuk memastikan agar kasusnya segera ditangani dan ditindaklanjuti oleh Polisi dengan mengedepankan penegakan Hukum.
Selain itu, dikarenakan peristiwa ini diduga terjadi di lingkungan sekolah mengacu Pada pasal 54 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik dan atau pihak lain.
“Jika ini memang terjadi di lingkungan sekolah, TRC PPA mendorong penanggung jawab sekolah agar lebih waspada dan ketat dalam melakukan pengawasan kegiatan belajar mengajar dan melakukan pemeriksaan secara internal atas siswa yg lain, jangan menutup diri sampaikan setiap informasi terkait kekerasan terhadap anak kepada APH, karena di dalam Pasal 76C: UU PERLINDUNGAN ANAK Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak,” urainya.
“Ancaman Pidana dengan Pidana Penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah),” imbuh Gufron.
Oleh karena itu, WAKORNAS TRC PPA INDONESIA melalui Ketua TRC PPA Wilayah Lampung mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan sebagai pembina fungsi seluruh pendidikan dan tenaga kependidikan di Lampung Selatan agar semakin meningkatkan pengawasan dan pembinaan yang komprehensif terdapat jajaran pendidik agar dalam kegiatan belajar dan mengajar selalu mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak serta mendesak Direskrimum Polda Lampung harus aktif turun melakukan penyelidikan untuk segera menindaklanjuti laporan ini demi melindungi Hak Anak dan menjaga Hak Hak Hukum Anak kita. (fir)







